Cerpen

Ini salah satu karya aku, selamat membaca..



Milik Sahabatku
Pagi ini aku berjalan melangkahkan kaki menjelajah masa lalu dengan melewati rumah-rumah teman lama, sudah lama sekali rasanya aku meninggalkan kampung ini. Ku arahkan pandangan ku sekeliling, anak-anak kecil yang ku lewati sudah jauh, mungkin beberapa meter lagi aku akan menemui hamparan sawahyang dulu sering sekali aku jadikan tempat bermain bersama kawan-kawanku. Masih ku ingat dulu saat main perang lumpur sehabis hujan, ah indahnya masa kecil.
            Aku berhenti di tempat. Menatap rumah sederhana yang berdiri kokoh didepanku,, rumah sederhana namun bersih dan nyaman, timbul keinginanku untuk masuk kesana. Namun seseorang keluar, aku terlonjak kaget. Segera aku bersembunyi di balik semak, aku perhatikan seorang wanita yang mungkin sebaya denganku membawa pakaian basah yang hendak ia jemur di pekarangan rumahnya. Wanita itu bertubuh ideal, rambutnya hitam panjang  se pinggang ikal berkilau. Pakainnya sopan, sekilas ia memang seperti gadis kampung biasa. Namun ketika angin sawah yang biasanya lebih dari angin sepoi melewatinya, pakaian – pakaian itu seakan berkibar menyisakan sedikit wajah cantik nan sendunya terlihat oleh penglihatanku. Rambutnya ikut terlambai. Nafasku tercekat. Aku Terpesona.
            Kembali aku tersadar saat smartphone ku berdering. Bunda menelponku menyuruhku kembali ke rumah.
            ~~~~~~~~~
            Keesokan harinya aku kembali melewati rumah itu, ku lihat ia sedang menyapu halaman. Ia kini memakai baju biru pastel dengan celana panjang berwarna rose tua. Rambutnya ia ikat dengan poni panjang dari kanan ke  kiri menutupi dahinya yang bersih. Terdengar suara pintu terbuka dari dalam rumah. Ia tersenyum, ditambah lesung pipi menghiasi senyumnya. Oh senyumnya manis sekali.
            Ibunya keluar mengatakan sesuatu padanya, sekali lagi ia tersenyum dan malah ia tertawa. Tertawa yang anggun mempesona, dengan memperlihatkan deretan gigi kecilnya yang tersusun rapih dan putih itu, hatiku  serasa damai. Seseorang menepuk pundakku, membuat suasana hatiku menjadi berubah sedemikian cepat. Aku menolehkan wajah, dia Andri. Sahabat kecilku yang  baik dan sangat perhatian padaku.
“sedang apa?” sapanya yang menurutku lebih pada meminta penjelasan.
“Tidak, aku sedang bernostalgia masa-masa kecil kita yang penuh dengan kebahagiaan.” Jawabku sambil memintanya duduk di saung.
Andri duduk di sebelahku menatap hamparan sawah yang mulai menguning, ia tersenyum. “Ah, masa kecil kita. Aku ingin sekali kembali pada masa itu, melepaskan semua aktivitas rutinku, masalah-masalahku, dan kewajiban ku saat ini.”
Aku pun membalikkan badan agar sama seperti dia menatap hamparan sawah  yang luas itu. “sekarang kita  berbeda, An. Sudah termasuk kategori dewasa. Kau pun sepertinya banyak berubah, ya?”
“Kau pun berubah, Rif. Kau sudah menjadi mahasiswa perguruan tinggi terkenal di negri kita ini, kau kini menjadi seorang yang di pandang di kampung ini,  seoranng yang intelek. Apalah aku yang tak bisa melanjutkan sekolah, dan hanya penjual sayur di pasar.”
“jangan merendah seperti itu, An. Selagi  rezeki yang kau dapat masih halal, jangan suka merendahkan diri.”
Andri tersenyum. “Kau sudah punya calon untuk kau bawa ke penghulu?”
Aku terhenyuk. Pertanyaan seperti ini selalu mengganggu ku akhir-akhir  ini, namun aku selalu menjawab dengan, “belum, aku ingin focus kuliah dan berkarir sampai sukses.”
“kau tau, namamu berada dalam urutan teratas dalam daftar calonku  menantu idaman para ibu-ibu di kampung ini.”
Aku terawa kecil. “kau sendiri? Sudah ada calon?”
“rumah yang kita belakangi itu adalah rumah calon istriku. Kau tau, Ayeesha. Mantan mu itu. Aku dan dia sudah dua tahun berpacaran, orang tua kami sudah setuju. Beberapa hari yang lalu aku telah meminangnya, tadinya aku ingin mengabarimu tapi kemungkinan kau sedang sibuk.” Jelas Andri panjang.
Aku terdiam. Speechless. Rasanya ada seember air dingin membasahi dan membekukan hatiku. Beriring dengan datangnya rasa sesak dalam dadaku. Wanita cantik itu adalah mantanku,kini  dia milik sahabatku. Untunglah saat itu klien ku menelpon, segera aku pergi meninggalkan Andri dan semua kejadian ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen yang Terinspirasi dari Salah Satu Lagu Tulus

Lirik Lagu Cahaya - Tulus

Program Adiwiyata SMAN 1 Cilimus